Kamis, 27 Juni 2013

Ilmu Hukum


ILMU HUKUM
Oleh: Alvi Syahrin


Setiap ilmu mempunyai metodenya sendiri dan tidak mungkin adanya penyeragaman metode untuk semua bidang ilmu, artinya metode penelitian tidak sama antara satu ilmu dengan ilmu lainnya, karena setiap ilmu mempunyai obyek dan karakter sendiri.

Obyek ilmu hukum adalah hukum. Hukum sebagai norma, di dalamnya sarat akan nilai dan diciptakam untuk menjaga ketertiban sosial, menghindari kekacauan dalam hidup bermasyarakat dan menyeimbangkan kepentingan-kepentingan guna mempertahankan keadilan dan kelayakan dalam mempertahankan ketertiban sosial.

Nilai-nilai yang telah ada perlu dijadikan acuan dalam mempertahankan ketertiban sosial dan menyeimbangkan kepentingan-kepentingan yang ada dalam masyarakat. Jika diperlukan adanya nilai-nilai-nilai baru guna mempertahankan ketertiban dan menyeimbangkan kepentingan-kepentingan dalam masyarakat, tidak menjadikan nilai-nilai yang ada dirusak, dengan kata lain nilai-nilai baru diakomodasikan tanpa merusak nilai-nilai yang sudah ada.

Ilmu hukum atau jurisprudence, berasal dari dua kata, yaitu iuris yang artinya hukum dan prudentia yang artinya kebijaksanaan atau pengetahuan, sehingga Jurisprudence berarti pengetahuan hukum.

Ilmu hukum atau jurisprudence merupakan suatu disiplim ilmu yang bersifat sui generis. Bersifat sui generis artinya ilmu hukum merupakan ilmu jenis sendiri, yang memiliki cara kerja yang khas dan sistem ilmiah yang berbeda karena memiliki obyek kajian yang berbeda. Namun demikian, walaupun ilmu hukum itu suatu bidang ilmu yang berdiri sendiri, dapat berintegral dengan ilmu-ilmu lain sebagai suatu terapan dalam ilmu pengetahuan yang lain. Perbedaan ilmu hukum dengan disiplin ilmu lainnya yang mengkaji tentang hukum yaitu disiplin-disiplin lain tersebut memandang hukum dari luar, misalnya: studi-studi sosial tentang hukum menempatkan hukum sebagai gejala sosial, atau studi-studi yang bersifat evaluatif menghubungkan hukum dengan etika dan moralitas.

Ilmu hukum sebagai ilmu yang berdiri sendiri, obyek penelitiannya yaitu hukum itu sendiri. Sehingga kajiannya bukan sebagai suatu kajian yang empiris, akan tetapi kajian yang secara sistematis dan teroganisasikan tentang gejala hukum, struktur kekuasaan, norma-norma, hak-hak dan kewajiban.

Karakter sui generis dari ilmu hukum menjadikan ilmu hukum tidak akan dapat menyampingkan karakternya yang normatif walaupun pada saat ia dilihat dari sudut pandang  empiris. Keberadaan ilmu hukum yang dipandang dari sudut pandang empiris menjadikan ilmu hukum sebagai “Ilmu praktis yang bersifat normologis”.

Ilmu praktis yang bersifat normologis, berusaha memperoleh pengetahuan faktual-empiris, yakni pengetahuan tentang hubungan yang ajeg yang  caterus paribus berdasarkan asas kausalitas deterministik. Selanjutnya ilmu praktis nomologis berusaha menemukan antara dua hal atau lebih berdasarkan asas imputasi, yaitu mentautkan tanggungjawab/kewajiban untuk menetapkan apa yang seharusnya menjadi kewajiban subyek tertentu dalam situasi konkrit tertentu, sehubungan telah terjadi perbuatan atau pristiwa atau keadaan tertentu, namum dalam kenyataan apa yang seharusnya terjadi tersebut tidak niscaya terjadi dengan sedirinya.

Ilmu hukum empiris sebagaimana ilmu empiris lainnya dapat menyajikan suatu penjelasan yang masuk akal mengenai gejala-gejala hukum yang ex post facto, akan tetapi refleksi terhadap hal itu untuk masa depan semata-mata terletak pada pengertian hukum, dengan demikian hakekat kerja yuridis ex ante sehingga karakter ilmu hukum bersifat preskriptif dan terapan. Artinya, ilmu hukum yang mengarah pada refleksi pemecahan masalah-masalah konkrit dalam masyarakat, yang dipelajarinya yaitu apa hukumnya atas peristiwa konkrit yang terjadi dalam masyarakat.
                                                                     -o0o-

1 komentar:

  1. Penerapan asas imputasi dalam kehidupan sehari-hari itu bagaimana?

    BalasHapus