ASPEK
HUKUM PIDANA TERHADAP SATWA LIAR YANG DILINDUNGI
Oleh:
Alvi
Syahrin
Fadlielah
Hasanah
I.
Hukum Pidana berorientasi pada tiga masalah pokok,
yaitu masalah ”tindak pidana”, masalah ”pertanggungjawaban pidana”, dan masalah
”pidana dan pemidanaan”. Ketiga masalah pokok ini merupakan sub-sub sistem dari
keseluruhan sistem hukum pidana (sistem pemidanaan), dan pemisahan sub-sub
sistem demikian merupakan refleksi dari pandangan dualistis, yang memisahkan
antara tindak pidana dengan pertanggungjawaban pidana. Sehubungan dengan
pemisahan itu pula, maka akan terdapat pemisahan ketentuan mengenai ”alasan pembenar” dan ”alasan pemaaf”. Alasan
pembenar ditempatkan di dalam sub-bab ”tindak pidana”, dan ”alasan pemaaf”
ditempatkan dalam sub-bab ”Pertanggungjawaban Pidana”.
Menurut Prof. Barda Nawawi, dipisahkannya ketentuan
tentang ”Tindak Pidana” dan ”Pertanggungjawaban Pidana”, di samping merupakan
refleksi dari pandangan dualistis juga sebagai refleksi dari ide keseimbangan
antara kepentingan umum/masyarakat dan kepentingan individu/perseorangan,
keseimbangan antara ”perbuatan” (”daad”/actus reus”, sebagai faktor objektif”)
dan ”orang” (”dader” atau ”mensrea”/guilty mind”, sebagai faktor subjektif),
keseimbangan antara kriteria formal dan material, keseimbangan kepastian hukum,
kelenturan/elastisitas/fleksibilitas dan keadilan; dan keseimbangan nilai-nilai nasional dan
nilai-nilai global/internasional/ universal.
Jadi, Hukum Pidana saat ini berorientasi tidak semata-mata pada
pandangan mengenai hukum pidana yang menitikberatkan pada ”perbuatan atau
akibatnya” (Daadstrafrecht/Tatsrafrecht atau Erfolgstrafrecht) yang
merupakan pengaruh dari aliran Klasik, tetapi juga berorientasi/berpijak pada
”orang” atau ”kesalahan” orang yang melakukan tindak pidana (Daadstrafrecht/
Tatsrafrecht/Schuldstrafrecht), yang merupakan pengaruh dari aliran Modern.